Petualangan di Bali Hari Ketujuh

Tak terasa sudah 5 hari saya berada di area Green School Bali. Tanggal 20 Oktober 2017 menjadi hari terakhir kegiatan Green Edukator Course edisi Bahasa Indonesia yang saya ikuti. Tanggal tersebut sekaligus menjadi hari ketujuh Petualangan saya di Bali. Petualangan di hari sebelumnya bisa dibaca disini.

Di hari terakhir Green Edukator Course ini tidak banyak kegiatan yang dilakukan. Namun inti materi pembelajaran di Green School yang ingin saya ketahui baru diberikan di hari tersebut. Hari-hari sebelumnya saya merasa selalu kurang karena materi-materi yang diberikan sama sekali tidak menyinggung tentang metode pembelajaran di Green School. Padahal hal tersebutlah yang ingin saya ketahui dan pelajari untuk selanjutnya dipraktekkan dirumah.

Seperti biasa, kegiatan di pagi hari diawali dengan sarapan di Peace Garden. Berhubung saya dan pesertanya telat turun, saat sarapan sedang berlangsung, kami diminta untuk segera pergi ke sebuah tempat yang bernama Sangkep untuk mengikuti Pertemuan Guru. Sangkep letaknya tidak begitu jauh dengan Peace Garden tempat kami biasanya kumpul dan sarapan. Karena menu sarapannya masih tersisa banyak di piring dan tidak mungkin ditinggal, jadilah kami mengikuti pertemuan guru sambil membawa sarapan masing-masing.

Para guru Green School setiap pagi memang selalu melakukan pertemuan rutin ini untuk membicarakan atau menginformamasikan segala hal yang terjadi di Green School. Pertemuan guru hanya berlangsung sekitar 15 menit, jadi kami memang harus berburu waktu supaya tidak ketinggalan. Jadwal peserta Green Edukator Course mengikuti pertemuan guru hanya hari ini, oleh karena itu harus digunakan sebaik-baiknya.

Baca juga : Cara Mudah Mengetahui Potensi Diri

Pada pertemuan guru tersebut, seluruh guru yang mengajar di kelas Green School hadir. Sebagian besar gurunya adalah orang luar negeri karena memang Green School adalah sekolah internasional yang 90% siswanya adalah WNA. Bahasa komunikasi yang digunakan tentunya adalah bahasa Inggris. Banyak hal yang dibicarakan dalam pertemuan guru tersebut, awalnya saya gak ngerti sama sekali, namun ada Mbak Qisthi disamping saya yang menjelaskan intinya sehingga saya sedikit lebih paham.

Setelah pertemuan guru, agenda selanjutnya adalah mengungkap dan mengetahui tentang metode pembelajaran di Green School. Salah satu Guru di Green School yang bernama Mr. Sal memberikan materi tentang Compass Model di ruang Sangkep. Compass Model ini adalah inti dari pengajaran di Green School yang paling ingin saya ketahui.

Sebelum penjelasan tentang Green School ini ada beberapa penjelasan lain terkait dengan Green School yang disampaikan oleh Mrs Sanne dan satu orang lagi yang saya lupa namanya. Mrs Sanne adalah koordinator kegiatan Green Edukator Course dan merupakan pemrakarsa edisi khusus Bahasa Indonesia. Mrs Sanne juga yang bertanggung jawab dalam pembuatan kurikulum di Green School Bali.

Green School Bali adalah sebuah sekolah Internasional yang berada di Desa Sibang Kaja, Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali. Sekolah ini bernaung dalam sebuah Yayasan yang bernama Kul-Kul Foundation. Yayasan berdiri sejak tahun 2007, sedangkan sekolahnya sendiri berdiri tahun 2008. Saat ini memiliki sekitar 440 murid yang masuk dalam jenjang sekolah dari TK hingga SMA. Murid-murid tersebut berasal dari 35 negara di dunia dan 40 orang diantaranya adalah warga negara Indonesia.

Khusus untuk murid dari Indonesia ada perlakuan istimewa bagi mereka. Murid-murid dari Indonesia tersebut tidak dikenakan biaya pendidikan sama sekali alias mendapatkan beasiswa sepenuhnya dari Yayasan Kul-Kul. Metode pengajaran bagi murid Indonesia sama dengan murid lainnya karena mereka berbaur dengan murid-murid lainnya. Hanya saja khusus untuk murid Indonesia ada muatan pelajaran lokal yang harus diikuti, seperti Pelajaran Bahasa Indonesia, Pancasila dan Agama. Saat Ujian Nasional, mereka harus mengikuti ujian tersebut sebagai salah satu persyaratan kelulusan.

Untuk sekolah disana tentu tidak mudah, ada banyak persyaratan dan ketentuan yang harus diikuti. Daftar list untuk masuk disana juga sangat panjang, so butuh waktu dan kesabaran untuk masuk dan jadi murid di Green School.

Kurikulum di Green School Bali tidak sama dengan sekolah lainnya. Disini kurikulumnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Pelaksanaan kurikulum diambil dari kurikulum pendidikan dari berbagai negara di dunia yang dipadukan dan diterapkan mana yang terbaik. Hal ini menjadi ciri khas Green School dan tidak dipunyai oleh sekolah-sekolah lainnya di dunia. Benar-benar istimewa.

Secara garis besar metode pengajaran di Green School menerapkan 4 hal, yakni : Belajar secara teori yang membutuhkan kemampuan berfikir, belajar dengan praktik langsung apa yang dipelajari, melakukan argumen dan diskusi yang melibatkan emosi dan pemahaman anak serta terakhir, pembelajaran langsung dengan mengimplementasikan apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Metode pengajaran seperti ini menurut saya memang paling efektif. Anak-anak tidak hanya belajar teori dan soal-soal ujian saja, tapi perlu melakukan praktek, diskusi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin hal ini bisa dicoba dilakukan oleh sekolah-sekolah lainnya di Indonesia. Dengan demikian, anak-anak tidak hanya tahu secara teori saja tapi bisa menerapkannya.

Selain itu dalam setiap sub pokok materi pembelajaran atau permasalahan terdapat sistem arah yang saling berhubungan. Ada nature, wellbeing, economy dan society yang bisa dikaitkan satu sama lainnya. Setiap arah tersebut didiskusikan positif negatifnya sehingga dapat diambil kesimpulan yang sesuai.

Puas mendapatkan ilmu tentang metode dan sistem pengajaran di Green School, saya dan peserta Green Edukator Course lainnya kemudian melanjutkan kegiatan dengan melakukan kunjungan ke Kul-Kul Farm. Letak Kul-Kul Farm tidak jauh dari area Green School jadi kami hanya perlu berjalan kaki sedikit untuk menuju kesana.

Kul-Kul Farm adalah areal perkebunan yang masih satu pengelolaan dengan Green School. Jika Green School menitik beratkan pada sektor pendidikan, Kul-Kul Farm lebih pada perkebunan dan hasil pengolahan pangan. Baik Kul-Kul Farm maupun Green School, semuanya Sama-sama fokus dengan kehidupan berkelanjutan (Sustainable Development).

Di Kul-Kul Farm kami diajak berkeliling di areal perkebunan dan peternakan yang ada disana. Sambil berkeliling, kami diberikan banyak penjelasan mengenai metode bertanam yang baik, sistem pengolahan tanah hingga macam-macam tanaman yang bisa dijadikan obat. (Baca juga : 5 Tanaman Obat Herbal Untuk Pengobatan Kanker Serviks) Setelah berkeliling, tak lupa untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Kami kemudian kembali ke Peace Garden untuk makan siang dan bersiap-siap melakukan kegiatan terakhir yang disebut Mapantigan.

Mapantigan adalah seni bela diri khas Bali yang dilakukan di kolam lumpur. Sebelumnya saya tidak tahu apa itu Mapantigan dan tidak mencari tahu tentang seluk beluknya. Disamping karena hp yang masih sering ngeblank, saya juga ingin ada unsur kejutan didalamnya. Dengan tidak mencari tahu sebelumnya membuat kegiatan mapantigan menjadi lebih asyik dan bikin penasaran.

Saya baru mencari informasi mengenai apa itu Mapantigan setelah kegiatan selesai. Mepantigan sendiri berasal dari Bahasa Bali yang berarti Dibanting, terdengar sedikit serem memang tapi Inti dari Mapantigan yang dilakukan oleh peserta Green Edukator Course hanya sekedar hiburan dan senang-senang belaka. Tidak ada unsur pamer atau adu kekuatan. Kegiatan ini menjadi kegiatan penutup rangkaian kegiatan Green Edukator Course edisi Bahasa Indonesia bulan Oktober 2017.

Mapantigan dipimpin oleh Bapak Putu Witsen yang sekaligus merupakan penanggung jawab kegiatan Mapantigan di Green School Bali. Kegiatan diawali dengan pemberian kain (kemben) para seluruh peserta Mepantigan. Kainnya terlihat klasik dengan tiga warna yakni merah, putih dan hitam.
Setelah itu peserta diajari gerakan-gerakan dasar dalam Mapantigan seperti posisi siap, kuda-kuda, dan gerakan saling serang. Ada sedikit tarian Bali juga didalamnya.

Seumur-umur saya tidak pernah mengikuti kegiatan adat, tari-tarian atau sejenisnya yang ditonton orang banyak. Biasanya hanya menjadi penonton dan mempunyai sejuta alasan untuk tidak mengikutinya, meskipun itu wajib. Di sekolah dulu atau di lingkungan desa dan RT, biasanya selalu jadi panitia yang merencanakan dan mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan pertunjukan dan seni jadinya tidak perlu ikut didalamnya. Tapi kali ini pengecualian, saya pengen merasakan sesuatu yang beda, yang tidak ada di Pulau Jawa.

Berhubung ini pertama kalinya, rasa berbeda tentu ada. Banyak yang menertawakan karena saya terlihat tidak semangat dan sungguh-sungguh. Namun saya tetap menikmatinya. Kalimat Caakatos (aku kuat) dan Singkenken (Aku Tidak apa apa) sering dilontarkan dalam atraksi kegiatan tersebut untuk menambah semangat.

Kedatangan beberapa orang yang merupakan tim dari Putu Witsen yang datang tiba-tiba (tapi sudah direncanakan sebelumnya) menambah semarak suasana. Mereka membawa beberapa alat musik sederhana dan memakai pakaian dari daun pisang kering (klaras). Atraksi semakin seru dan ramai dengan kedatangan mereka. Ada pemberian air minum yang langsung mengucur dari kendi juga untuk menghilangkan rasa haus. Setelah itu semuanya diminta untuk turun di kolam berlumpur.

Kolam lumpurnya memang sudah ada di kawasan Green School dan memang dibuat khusus untuk kegiatan semacam ini. Kolam lumpur tersebut juga sering dijadikan murid-murid Green School untuk praktik kegiatan dan bermain sehingga dijamin bersih tanpa limbah dan polusi. Setelah di kolom lumpur semuanya diminta untuk melumuri tubuhnya dengan lumpur dan sedikit berendam disana. Tidak ada rasa jijik atau sejenisnya, hanya keseruan yang dirasa. Sebelumnya sudah diberi tahu tentang kegiatan di kolam lumpur ini jadi semua sudah mempersiapkan sebelumnya.

Para pemain musik juga ikut masuk kedalam lumpur dan menyoraki dari pinggir kolam. Sementara fotografer dan videografer sibuk mengabadikan moment moment yang berlangsung di sana dari sudut terbaik versi mereka. Atraksi saling dorong, saling banting dan saling tarik disajikan disana. Semua terlihat bergembira dan menikmati kegiatannya.

Saat Pak Putu Witsen mengakhiri Mapantigan, saya dan teman-teman peserta Green Edukator Course lainnya agak kecewa karena terlanjur menikmati dan ingin lebih lama bermain lumpur. Tapi karena hari sudah menginjak sore hari dan perlu waktu lama untuk membersihkan diri, jadi Mapantigan harus diakhiri. Semuanya kemudian mandi bersama sambil membersihkan pakaian yang mereka kenakan di sebuah sungai yang terletak di sebelah timur kolam lumpur. Air sungainya ternyata deras sekali sehingga tidak bisa berlama lama disini.

Setelah membersihkan diri sebentar dan foto-foto di sungai, kami semuapun naik keatas. Tapi sebelum benar-benar naik ke Lodge, kami semua mampir sebentar ke kolam renang alami yang terletak di bibir sungai. Mumpung baju sudah basah, nyemplung dan berenang di kolam renang tersebut menjadi pilihan semua orang. Biasanya kalau lewat cuma bisa melihat penampakannya saja, mangkanya sebelum pulang dan selesai kegiatan Green Edukator Course pengen merasakan sensasi berenang disana.

Puas berenang di kolam renang, semuanya kemudian mandi dan membersihkan diri di Lodge. Baju bekas lumpur dicuci di kamar mandi. Karena hari sudah menginjak sore dan hari itu adalah hari terakhir, baju-baju yang dicuci tidak dijemur tapi langsung dimasukkan ke kresek dan dibawa pula kerumah. Nanti sampai rumah atau penginapan bisa dijemur sendiri.

Dimana ada pertemuan, disitu pasti ada perpisahan. Setelah 5 hari 4 malam peserta Green Edukator Course berkumpul bersama, kini saatnya untuk berpisah. Jam 16.00 WITA semua sudah siap dan berkemas-kemas. Sebelum benar-benar berpisah, para peserta berkumpul dulu di depan Lodge untuk presentasi akhir dan refleksi. Semua mendapat bagian untuk mengucapkan kesan dan pesan mereka. Rasa haru langsung menyeruak. Meski kebersamaan ini terlalu singkat, namun sangat banyak kesan dan pengalaman yang dirasakan. Semua berharap bisa bertemu dan berkumpul kembali.

Diakhir acara Mrs. Sanne dan Aiz memberikan sertifikat dan cinderamata pada semua peserta. Cinderamatanya tergolong unik dan khas Green School, yakni berupa sebilah bambu. Bambu tersebut harus ditulis oleh masing-masing peserta sebuah kata penyemangat dan motivasi untuk diri sendiri. Ada banyak kata yang menjadi pilihan peserta lainnya dan semuanya mencerminkan apa yang dipikirkan masing-masing.

Pukul 17.00 WITA berakhir sudah kegiatan Green Edukator Course yang saya ikuti. Semua saling berpamitan dan satu persatu meninggalkan Green School. Ada yang sendirian dan ada yang berombongan. Saya dan 3 orang dari Green Books menjadi rombongan terakhir yang meninggalkan area Green School. Selanjutnya kami menuju ke kantor sekretariat Green School di Eco-Lodge Pondok Gede Canggu Bali. Sudah ada driver yang menjemput.

Petualangan saya di Bali hari Ketujuh pada malam harinya sebenarnya masih panjang. Berhubung tulisan ini juga sudah teramat panjang, mungkin pengalaman saya tersebut akan saya tulis di bagian lain blog ini. Jangan lupa like fanpage yang terdapat di blog ini untuk mendapatkan update terbaru tulisan saya di Facebook dan follow akun twitter saya @Munasyaroh_fadh. Baca petualangan hari selanjutnya zaa….

Munasya

Blogger, Writer and Teacher Contact Person : email : sy4r0h@gmail.com Twitter : @Munasyaroh_fadh IG. : @Muns_Fadh

10 komentar di “Petualangan di Bali Hari Ketujuh

  1. Beruntung banget mba bisa ikut kegiatan ini. Mempelajari kurikulum dan metode belajar yang berbeda dan bisa diterapkan kembali. Mau dong saya dibagi ilmunya yang lain dari sini ☺

  2. Ih keren, mengembangkan skill anak dari segala sisi ga cuman kognitifnya aja ya mba. Dan lebih keren lagi ada beasiswanya alias anak Indonesia bisa free. Eeww, coba ada di sini ga mikir panjang lagi diriku

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas
error: Content is protected !!