Pertemuan Pembelajaran Sebaya atau Peer Learning Meeting (PLM) Relawan Literasi Masyarakat (RELIMA) Tahun 2025 menyisakan banyak kenangan dan nostalgia indah. Meskipun sudah beberapa minggu berlalu tapi banyak hal yang ingin digali dan diceritakan. Kegiatan dilaksanakan di The Highland Park Resort Hotel, Bogor, pada 10–13 November 2025 dan dibiayai sepenuhnya oleh Perpusnas RI.
Perjalanan yang panjang dari Lamongan ke Bogor, naik turun armada darat hingga pemandangan Gunung Salak yang eksotis masih terbayang di sanubari. Apalagi ada sambutan hangat bagi ratusan relawan literasi dari seluruh penjuru negeri membuat moment itu pengen aku ulang lagi dan lagi. .
PLM 2025 yang diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ini bukan sekadar temu nasional. Bagiku, ini momen untuk berhenti sejenak, melihat kembali perjalanan literasi yang selama ini kulakukan, lalu mengisinya dengan energi baru dari kisah-kisah inspiratif para relawan lain. Dari sambatan pribadi yang sering terbersit dalam tugas seperti yang aku tulis dalam Catatan Kecil Relima di Kota Surabaya berubah menjadi rasa syukur yang meletup di hati. Ada sekitar 180 Relima dan 30an Fasilitator Daerah yang berkumpul di satu tempat. Ada juga para Satgas Relima yang mengawal perjalanan Relima selama beberapa bulan ini.
Dari Jawa Timur Datang Dengan Kekhasannya

Malam penutupan adalah salah satu momen yang paling kutunggu-tunggu. Bukan karena penghargaannya, tapi karena kami dari Relima Jawa Timur sepakat memakai pakaian adat agar terlihat kompak dan mudah dikenali.
Perempuan memakai kebaya dengan jilbab merah maroon, sedangkan laki-laki memakai baju sakera dengan udeng. Ketika semua sudah berdandan rapi, kami tampak seperti kelompok kecil yang membawa budaya Jawa Timur ke tengah panggung nasional.
Bagiku pribadi, ini adalah langkah kecil yang terasa besar. Untuk pertama kalinya, aku memakai Kebaya Batik Khas Lamongan (BKL). Rasanya agak canggung. Biasanya aku pakai baju longgar dan nyaman. Tapi malam itu aku ingin menunjukkan siapa aku: relawan dari Lamongan yang membawa cerita kampung halaman dalam setiap langkah.
Begitu muncul, teman-teman langsung menyambut dengan sorakan kecil dan tawa hangat.
“Wah, beda banget malam ini!”
“Ayo foto dulu sebelum acara mulai!”
Kami pun berfoto berkali-kali, dengan beberapa Relima Jatim yang sudah datang terlebih dahulu.
Inovasi yang Awalnya Tak Terpikirkan
Dalam Pertemuan Pembelajaran Sebaya 2025 tahun ini, ada beberapa kategori apresiasi yang diberikan kepada para relawan literasi. Dan tanpa kusangka-sangka, aku menjadi salah satu peserta dalam kategori Apresiasi Relima Inspiratif – Inovasi Kegiatan Literasi.
Sebenernya Programku amat sangat sederhana, bahkan tanpa keluar biaya sedikitpun. Aku mengajak beberapa Kompasiana Jatim yang kukenal dan akrab berkunjung ke Pojok Baca Digital (Pocadi) di Mall Pelayanan Publik Siola Surabaya.
Aku ingin menunjukkan bahwa perpustakaan bisa hadir dengan format yang lebih modern dan dekat dengan masyarakat. Dari kunjungan itu, teman-teman Kompasiana yang notabenenya adalah penulis, menuliskan apa yang mereka lihat, amati dan rasakan dalam sebuah tulisan di akun kompasiana masing-masing. Dengan begitu informasi tentang adanya Pocadi ini bisa tersebar luas di masyarakat. Diharapkan nantinya banyak yang berkunjung dan memanfaatkan layanan Perpustakaan Nasional ini.
Untuk mempersiapkan kegiatan ini, sebelumnya aku melakukan advokasi dengan menghubungi Arpusda Kota Surabaya untuk meminta izin dan dukungan. Tidak lupa juga berkomunikasi dengan Ketua komunitas Kompasiana Jatim (Cak Kaji) untuk mengatur jadwal dan alur kegiatan supaya peserta bisa benar-benar merasakan layanan Pocadi
Di Pocadi kita bisa membaca buku secara fisik, juga bisa membaca buku digital lewat komputer yang disediakan. Beberapa referensi literasi digital dan manajemen pengetahuan, termasuk dari situs seperti https://dlhpulangpisau.org/ yang sering membagikan informasi seputar data dan layanan publik juga bisa dibaca sepuasnya.
Dari luar mungkin terlihat sederhana, tetapi bagiku prosesnya penuh dengan pembelajaran. Aku belajar bernegosiasi, membuat konsep kegiatan, dan meyakinkan komunitas bahwa literasi itu luas dan bisa dibangun lewat ruang-ruang baru.
Kupikir kegiatan ini biasa saja. Sampai akhirnya malam itu tiba.
Momen Tidak Terduga Saat Namaku Disebut
Acara penutupan berlangsung meriah. Lampu panggung menyala terang, musik mengalun pelan, dan para peserta tampak berdebar menunggu pemenang diumumkan. Sebelumnya sudah ada penampilan-penampilan dari 3 wilayah yang cukup memukau semua yang hadir di lokasi.
Saat pengumuman dikumandangkan, Aku santai saja bahkan sambil membuka siaran langsung di Instagram.
Kalau direkam akan menghabiskan memori, tapi kalao via siaran langsung akan otomatis tersimpan di akun media sosial. “Aku cuma ingin menyimpan momen,” pikirku saat itu.
Ketika kategori video diumumkan, namaku tidak muncul. Tapi disitu muncul nama salah satu sahabat dari Jawa Timur yang menjadi Juara Harapan kategori video. Dari sini sudah merasa senang dan bangga. Jawa Timur ada yang juara.
Ketika kategori advokasi diumumkan, nama-nama lewat begitu saja, lagi-lagi bukan namaku.
Aku tersenyum kecil.
“Sudah, bukan rezekiku,” batinku.
Soalnya aku berharap di kategori video ada namaku muncul, setelah di kategori esai, namaku bahkan tidak muncul di buku.
Namun saat memasuki kategori Inovasi Kegiatan Literasi, tiba-tiba MC menyebut namaku. Sejenak aku membeku. Teman-teman di sebelah langsung berteriak kecil, menepuk bahuku, bahkan ada yang sudah mendorongku untuk berdiri.
Aku berjalan ke panggung dengan rasa tidak percaya. Ini beneran gak ya… Bahkan Senyumpun terasa susah.
Tapi ternyata beneran……
Di depan ratusan orang, aku menerima penghargaan itu, yang diberikan langsung oleh Bapak Adin Bondar, pejabat dari Perpusnas RI. Rasanya campur aduk: haru, bangga, tidak percaya, dan sangat bersyukur.

Dari sepuluh Relima Jawa Timur yang hadir, ada dua orang yang berhasil membawa pulang penghargaan malam itu. Ini jadi kebanggaan tersendiri.
Pertemuan Dengan Orang-Orang Baik
Setelah pengumuman selesai, kami berfoto bersama Fasda Perpustakaan Provinsi Jawa Timur. Di sinilah aku menyadari sesuatu: betapa hangatnya komunitas ini.
Aku juga bertemu dengan relawan dari Sumatera Utara, seseorang yang selama ini hanya kukenal dari Zoom dan grup WhatsApp. Bertemu langsung membuat semuanya terasa lebih nyata. Kami banyak berbincang tentang program, rencana tahun depan, hingga impian-impian kecil yang ingin kami capai di daerah masing-masing.
Ketika perjalanan pulang dimulai, aku duduk di bus sambil mengamati pemandangan. Di titik itu, aku merenungi segalanya.
Aku sering merasa tidak percaya diri.
Aku sering merasa kurang dalam public speaking, dalam pergaulan, dalam banyak hal.
Tapi malam itu membuktikan sesuatu: Bahwa inovasi tidak harus besar.Bahwa keberanian melakukan langkah kecil dapat membuka jalan yang lebih luas. Bahwa aku pun bisa memberi dampak.
PLM 2025 memberiku energi baru. Aku pulang dengan semangat yang berbeda, lebih yakin, lebih berani, dan lebih siap melangkah untuk terus menggerakkan literasi.
Terima Kasih Tuhan…
Terima kasih tim satgas Relima, terima kasih teman-teman Relima khususnya yang Jawa Timur, Terimakasih Perpusnas. Dan tak lupa terima kasih buat teman-teman pegiat literasi yang mendukung kegiatan Relima hingga saat ini.
