Sampah sudah lama menjadi persoalan klasik yang sulit ditangani di negeri ini. Setiap hari, ton demi ton limbah rumah tangga, plastik, dan bahan sisa industri menggunung di tempat pembuangan akhir. Di kota-kota besar seperti, pemandangan truk sampah yang lalu-lalang atau tumpukan plastik di pinggir jalan sudah menjadi hal biasa. Di penjuru pedesaan, persoalan sampah juga hampir sama.

Tetapi, tahukah pembaca blog Coretan Dari Desa, di balik tumpukan yang dianggap kotor itu, sebenarnya tersimpan potensi ekonomi yang besar. Jika dikelola dengan bijak, sampah bisa menjadi sumber penghidupan, bahan baku industri daur ulang, bahkan menjadi solusi untuk keberlanjutan lingkungan. Sayangnya, masih sedikit yang benar-benar melihat sampah tersebut sebagai peluang. Kebanyakan masih menganggap sebagai sumber masalah.
Dari Lubuk Pakam untuk Indonesia
Adalah Abdul Latif Wahid Nasution, pemuda asal Lubuk Pakam, Sumatera Utara, yang berani melangkah lebih jauh. Saat masih kuliah di Universitas Sumatera Utara jurusan Teknologi Informasi, Latif sering melihat tumpukan sampah yang tidak tertangani. Ia juga mengenal banyak pengepul yang hidupnya bergantung dari hasil menjual sampah daur ulang, tapi dengan harga yang sering kali tidak menentu.
“Kadang harga berubah-ubah, tergantung siapa pembelinya. Pengepul sering tidak tahu harga pasaran. Dari situ saya berpikir, kenapa tidak dibuat sistem yang lebih transparan dan adil?” ujarnya dalam sebuah wawancara
Dari keprihatinan itulah lahir gagasan membuat KEPUL, singkatan dari Kembali Pulih Bersama Lingkungan. Aplikasi ini menjadi wadah digital yang mempertemukan masyarakat dengan pengepul dan pembeli sampah daur ulang secara langsung. Dengan konsep jual sampah online, KEPUL memudahkan siapa pun untuk menyalurkan sampahnya tanpa harus keluar rumah.
KEPUL: Aplikasi Jual Sampah Online

Aplikasi KEPUL pertama kali diluncurkan pada tahun 2020, bertepatan dengan masa ketika isu lingkungan dan ekonomi digital mulai tumbuh pesat. Melalui KEPUL, pengguna cukup membuka aplikasi, memilih jenis sampah yang ingin dijual, mulai dari botol plastik, koran, kardus, logam hingga barang elektronik bekas kemudian sistem akan menghubungkan dengan pengepul terdekat.
Tak hanya itu, KEPUL juga mencantumkan harga jual setiap jenis sampah secara transparan. Misalnya, botol plastik seharga Rp 1.300 per kilogram, koran bekas sekitar Rp 3.000 – 4.000, hingga AC bekas yang bisa mencapai ratusan ribu rupiah. Dengan begitu, masyarakat bisa memperkirakan nilai ekonomis dari barang bekas mereka tanpa rasa ragu atau takut ditipu.
Model bisnis KEPUL menguntungkan semua pihak. Masyarakat bisa menjual sampah dengan mudah dan cepat, pengepul mendapatkan akses pelanggan lebih luas, sementara lingkungan mendapatkan manfaat dari pengurangan limbah yang menumpuk.
Memberdayakan yang Tersisih
Salah satu hal yang membedakan KEPUL dari aplikasi serupa adalah visinya untuk memberdayakan pengepul konvensional. Latif tidak ingin mereka tersingkir oleh teknologi, melainkan justru menjadi bagian penting dalam sistem digital yang ia bangun.
“Pengepul adalah pahlawan lingkungan yang sesungguhnya,” kata Latif. “Selama ini mereka tidak terlihat, padahal mereka yang bekerja keras mengumpulkan dan memilah sampah setiap hari.”
Melalui pelatihan dan pendampingan, para pengepul yang dulunya bekerja secara tradisional kini bisa menggunakan aplikasi KEPUL untuk mencatat transaksi, mengetahui harga pasar, dan menjangkau pelanggan lebih luas. Pendapatan mereka pun meningkat dan lebih stabil.
Latif juga menegaskan, KEPUL bukan sekadar aplikasi, tetapi gerakan sosial. Ia ingin menumbuhkan kesadaran bahwa pengelolaan sampah tidak harus selalu dimulai dari pemerintah atau perusahaan besar. Masyarakat biasa pun bisa berkontribusi, dimulai dari rumah sendiri.
Menggerakkan Ekonomi Sirkular
Dalam tiga tahun berjalan, KEPUL berhasil menggandeng ratusan mitra pengepul dan ribuan pengguna aktif di Medan dan sekitarnya. Volume sampah yang berhasil dikumpulkan meningkat berkali-kali lipat dibanding awal peluncuran.
Lebih dari sekadar angka, KEPUL berkontribusi nyata dalam membangun ekonomi sirkular di tingkat lokal. Barang yang tadinya dianggap tidak berguna kini kembali bernilai, menciptakan lapangan kerja baru, dan menjaga keseimbangan lingkungan.
Di tengah tren digitalisasi dan ekonomi hijau, KEPUL menjadi bukti bahwa inovasi berbasis teknologi bisa berjalan beriringan dengan misi sosial dan keberlanjutan lingkungan.
SATU Indonesia Awards dan Semangat “Satukan Gerak, Terus Berdampak”

Perjalanan Abdul Latif Wahid Nasution tidak bisa dilepaskan dari semangat yang sejalan dengan SATU Indonesia Awards, ini merupakan program apresiasi dari PT Astra International Tbk bagi generasi muda yang memberi kontribusi nyata di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.
Latif menjadi salah satu sosok muda inspiratif dari Sumatera Utara yang sejalan dengan semangat Astra: Satukan Gerak, Terus Berdampak. Gerakannya melalui KEPUL menyatukan berbagai elemen masyarakat, dari pengepul, pengguna, hingga pelaku industri daur ulang, dalam satu ekosistem yang saling menguatkan.
Ia membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil. Dari sebuah ide sederhana untuk membuat harga sampah lebih adil, hingga menjadi sistem yang memutar ekonomi dan menjaga lingkungan.
Kini, Abdul Latif Wahid Nasution tengah berupaya memperluas jangkauan KEPUL ke berbagai daerah lain di Indonesia. Ia ingin memperkenalkan konsep digital waste management yang mudah diterapkan di tingkat kota dan desa.
“Tujuan saya bukan hanya soal bisnis, tapi bagaimana sistem ini bisa diterapkan di mana pun, supaya masyarakat makin sadar pentingnya memilah sampah,” ujarnya
Langkah ini sejalan dengan komitmen Astra untuk menghadirkan desa-desa sejahtera dan lingkungan lestari melalui kolaborasi lintas sektor. Kolaborasi inilah yang menjadi kunci keberlanjutan antara inovasi anak muda seperti Latif dan dukungan korporasi yang peduli pada masa depan bumi.
Kisah Abdul Latif Wahid Nasution mengajarkan kita bahwa perubahan bisa lahir dari kesadaran sederhana. Bahwa di balik setiap botol plastik, kertas bekas, atau logam yang terbuang dan jadi sampah, ada peluang untuk berbuat baik untuk lingkungan, untuk sesama, dan untuk masa depan.
Dengan semangat Satukan Gerak, Terus Berdampak, KEPUL bukan hanya menjual sampah, tetapi menanamkan harapan. Harapan bahwa Indonesia yang bersih, hijau, dan berdaya bukanlah mimpi yang mustahil. #APA2025-PLM
