Perjalanan Panjang Padi dari Sawah Menjadi Nasi di Meja

Pada tulisan beberapa bulan sebelumnya, saya sudah membahas “Tahapan Menanam Padi ala Orang Desa Pucangro”,. Sebagai bahan pelengkap, saya akan melanjutkan perjalanan bahan pokok masyarakat Indonesia ini sampai pada proses akhir. Postingan ini difokuskan pada bagaimana perjalanan padi dari sawah yang berubah menjadi nasi yang siap disantap di meja makan.

Tanaman padi

Setelah proses panjang sebutir gabah/padi menjadi padi yang siap panen, perjalanan padi terus bergulir. Ada banyak rangkaian proses yang harus dilewati. Disana ada dedikasi yang kuat dari petani yang menjalankan rangkaian proses dengan penuh ketelitian dan sarat kearifan lokal. Semua proses perjalanan itu menghidupkan berbagai cerita tentang kerja keras petani, gotong royong warga desa, dan kebiasaan yang diwariskan turun-temurun.

Di desa-desa pertanian, setiap langkah dalam pengolahan padi bukan hanya rutinitas, tetapi bagian dari budaya bertani yang bertahan hingga kini. Proses ini juga bersinggungan dengan edukasi lingkungan, seperti yang sering disampaikan oleh berbagai sumber pengetahuan, salah satunya https://dlhkapuas.org yang banyak mengupas isu pertanian dan lingkungan hidup.

Beginilah perjalanan panjang padi setelah panen, dalam alur yang lebih dekat dengan keseharian masyarakat desa.

1. Musim Panen: Saat Desa Menjadi Lebih Ramai

Musim panen adalah momen yang dinanti-nanti. Suasana desa berubah lebih hidup: suara mesin pemanen berdengung, para petani berlalu lalang dengan wajah penuh kegembiraan. Terlihat motor-motor dan juga mobil colt terbuka yang mengangkut padi dalam karung-karung.

Setelah batang padi dipotong dan dipisahkan dengan bulir-bulirnya, petani memasukkan kedalam karung-karung yang telah disiapkan. Kemudian diangkut ke rumah masing-masing.. Dari sinilah perjalanan pasca panen dimulai. Istilah keren pertanian tidak terlalu diributkan, terpenting prosesnya dilakukan.

2. Perontokan: Dari Batang Menjadi Gabah

Perontokan adalah proses memisahkan bulir padi dari jeraminya. Dulu, warga Desa Pucangro melakukannya dengan cara tradisional: padi dipotong menggunakan sabit, atau alat khusus pemotong padi yang disebut Ani-ani. Lalu dipukul ke papan kayu dan digilas oleh kaki-kaki untuk memisahkan antar batang, daun dan bulir-bulir. Lanjut kemudian menggunakan alat perontok yang dikayuh dengan kaki dan mesin. Ini membutuhkan waktu tenaga dan juga biaya.

Di era modernisasi saat ini, sudah tidak perlu lagi panen manual. Karena sudah ada mesin khusus permanen padi yang disebut Chombi. Petani tinggal menyiapkan karungnya, nanti mesin tersebut yang memotong otomatis padinya sekaligus memisahkan antar bulirnya. Keberadaan mesin ini lumayan menghemat tenaga dan waktu. Jika sebelumnya butuh beberapa hari buat memanen padi di sawah, sekarang hanya dalam hitungan jam saja. Sensasi saat mesin Chombi bekerja menjadi pemandangan yang asyik juga, terutama untuk anak-anak.

3. Penjemuran: Ritual Mengeringkan Padi

Gabah/Padi yang basah tidak bisa langsung disimpan atau digiling. Ia perlu dijemur agar kadar airnya turun. Di desa, halaman rumah, jalan desa yang sepi, hingga plataran masjid bisa menjadi lokasi dadakan penjemuran. Gabah dihamparkan di atas terpal, kemudian secara berkala diaduk menggunakan kayu bersirip agar kering merata. Dimulai dari pagi hari dan selesai di sore hari.

Tidak mengherankan jika saat musim panen tiba, jalanan desa dipenuhi dengan padi-padi yang menguning dan dihamparkan di sepanjang jalan. Proses ini sering menghadirkan cerita-cerita lucu: gabah yang dikejar ayam, terpal yang diterbangkan angin, atau bahkan hujan yang turun tiba-tiba sehingga membuat warga kelimpungan.

Gabah yang sudah kering sebagian ada yang dijual, sebagian lagi disimpan untuk cadangan pangan setahun kedepan. Bagi yang tidak mau ribet, biasanya menjual gabah dalam keadaan masih basah dan dibeli oleh tengkulak. Harga gabah basah tentu saja berbeda dengan harga gabah kering. Saat sudah menjadi beras, harganya juga bisa melambung tinggi.

Saat panen bulan lalu (Oktober 2025) harga gabah basah hanya 6.000 sd 6.500 per kgnya. Sedangkan saat sudah menjadi beras harganya bisa mencapai 12.000/ kg.

4. Penggilingan: Menyulap Gabah Menjadi Beras

Gabah padi menjadi beras

Ketika gabah sudah cukup kering, tibalah saat yang paling ditunggu: membawanya ke mesin penggilingan padi. Antrian penggilingan biasanya panjang, terutama di musim panen raya. Warga menunggu sambil saling berbincang tentang hasil panen, harga pupuk, atau sekadar bercanda soal anak-anak yang mulai masuk sekolah.

Di dalam mesin penggilingan, terjadi proses panjang:

  • Pembersihan awal, gabah dipisahkan dari kotoran seperti batu dan dedaunan.
  • Pengupasan kulit (husking), mengikis sekam luar sehingga menjadi beras pecah kulit.
  • Penyosohan (whitening), menghilangkan lapisan dedak agar beras menjadi putih bersih.
  • Pemolesan (polishing), membuat beras lebih mengkilap dan tahan lama.

Beras yang keluar dari mesin biasanya masih hangat dan wangi. Banyak warga yang langsung mengambil sebagian untuk dimasak di rumah sebelum mendingin, sekadar mencicipi “beras baru panen”.

5. Sortasi: Memilih Butiran Terbaik

Pada tahapan ini, beras disaring untuk memisahkan butir utuh dari beras patah.

Di skala rumahan, dilakukan manual: memakai tampah atau nyiru. Di tingkat penggilingan besar, mesin sortir warna digunakan untuk memisahkan beras yang berubah warna, berkapur, atau rusak.

Sortasi ini menentukan kualitas beras dan menjadi salah satu kunci kenapa beras dari desa tertentu memiliki ciri khas tersendiri.

6. Penyimpanan Padi

Menyimpan padi bukan sekadar menaruhnya dalam karung. Semua petani punya caranya masing-masing. Di Desa Pucangro biasanya tiap rumah memiliki ruang khusus untuk penyimpanan padi yang disebut Lumbung. Jaring-karung berisi padi ditumpuk jadi satu. Kalau butuh tinggal ambil dan digiling menjadi beras.

7. Mencuci Beras: Langkah Sepele yang Menentukan Rasa

Setelah bulir padi digiling menjadi beras, kini saatnya dimasak untuk dikonsumsi. Sebelum dimasak, beras dicuci 3-5 kali hingga bersih. Proses ini tampak sederhana, tapi bagi ibu-ibu, mencuci beras punya tekniknya sendiri.

Ada yang percaya air cucian pertama harus dibuang cepat-cepat supaya nasi tidak pera. Ada yang bilang mencuci terlalu banyak membuat nasi kurang bergizi. Semua dilakukan berdasarkan pengalaman bertahun-tahun.

8. Memasak: Dari Beras Menjadi Nasi

Setelah dicuci, beras dimasukkan ke panci atau rice cooker. Di desa, masih banyak yang menggunakan panci tradisional di atas tungku, terutama untuk acara besar. Aroma kayu bakar dan panci besar yang mendidih membuat suasana dapur terasa hangat.

Nasi putih

Proses memasak mengubah beras menjadi nasi yang pulen, lembut, dan harum. Inilah tahap akhir dari perjalanan panjang bulir padi sejak pertama kali ditanam. Setalah matang, siapa disajikan dan disantap sebagai makanan pokok harian.

Mengapa Penting Memahami Proses Ini?

Di tengah modernisasi, memahami tahapan pengolahan padi membuat kita lebih menghargai setiap butir nasi yang kita makan. Setiap langkah menyimpan cerita:

  • Cerita tentang petani yang bangun sebelum matahari terbit,
  • Tentang gotong royong warga desa saat panen dan menjemur gabah,
  • Tentang kehati-hatian ibu-ibu saat memilih dan menyimpan beras.

Selain itu, proses ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga tanah, air, dan lingkungan—sebuah pesan yang selaras dengan edukasi lingkungan dari sumber seperti https://dlhkapuas.org.

Memahami proses ini membuat kita semakin memahami para petani yang menjaga agar setiap rumah bisa menikmati sepiring nasi setiap hari. Dan semoga, cerita ini bisa menjadi pengingat bahwa setiap butir nasi punya sejarah yang panjang seperti hidup itu sendiri.

Munasya

Blogger, Writer and Teacher Contact Person : email : sy4r0h@gmail.com Twitter : @Munasyaroh_fadh IG. : @Muns_Fadh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas
error: Content is protected !!