Fenomena Berburu Baju Lebaran

Entah siapa yang memulai, berburu baju lebaran sekarang ini sudah jadi fonemena tahunan masyarakat Indonesia. Setiap menyambut Hari Raya Idul Fitri, seolah-olah ada kewajiban menggunakan yang hal-hal berbau baru. Bukan hanya baju yang harus baru, namun juga perhiasan, perlengkapan rumah, aksesoris sampai smartphone juga harus baru. Intinya semua harus berbeda dari hari-hari biasa.

Berburu baju lebaran

Datangnya hari raya lebaran terkadang malah dijadikan lahan adu gengsi dan adu pamer tiap orang. Walaupun tidak semua orang seperti itu, namun yang terlihat di permukaan benar-benar beda dengan ketentuan syariat. Makanya tidak heran, kalau perputaraan uang selama bulan Ramadhan hingga Lebaran sangatlah besar. Sebagian besar uang itu habis untuk belanja konsumtif, terutama pembelian pangan dan sandang.

Jika di awal Ramadhan, masjid ramai dengan banyaknya jamaah terawih yang datang bahkan hingga berdesak-desakan hingga teras luar mesjid. Namun saat mendekati akhir Ramadhan kala menyongsong hari lebaran, jamaah jumlahnya jauh berkurang. Bahkan mungkin tinggal seperempatnya saja. Ironisnya, mall, pasar, pusat perbelanjaan dan sebagainya terlihat ramai didatangi masyarakat berbelanja. Bahkan tempat parkir di tempat-tempat tersebut tidak muat menampung jumlah kendaraan orang yang berbelanja.

Di berbagai media sosial fenomena semacam ini sudah banyak disindir. Pastinya kita sendiri sudah sering membaca atau mendengar pameo Ramadhan vs lebaran seperti itu. Tapi fenomena berburu baju lebaran seolah menjadi budaya yang sudah terpatri dan susah dihilangkan. Dalam aturan agama Islam tidak ada sedikitpun keharusan memakai baju baru saat lebaran, namun hal ini tidak menjadi acuan masyarakat.

Fenomena ini kemudian direspon oleh para pelaku bisnis yang memberikan banyak diskon dan kemudahan saat berbelanja. Industri e-commerce juga makin memanjakan masyarakat. Para pedagang dan pebisnis sendiri menuai keuntungan yang lumayan besar saat menjelang lebaran. Bahkan keuntungannya bisa melebihi keuntungan setahun berdagang.

Atasan wanita

Menggunakan pakaian baru untuk lebaran menunjukkan perilaku konsumtif masyarakat. Kecenderungan perilaku konsumtif tersebut terjadi di semua golongan ekonomi masyarakat tanpa pandang bulu. Baik yang golongan berada maupun yang tidak punya, semuanya ingin mengenakan baju lebaran yang baru. Kalaupun tidak punya uang sampai rela menguras tabungan bahkan ada yang sampai berhutang.

Perilaku yang terlalu konsumtif sebenarnya sangat tidak dianjurkan dalam ajaran agama Islam. Apalagi di bulan Ramadhan seperti sekarang ini. Seharusnya dalam bulan Ramadhan, ibadah yang perlu diperbarui dan diperbanyak. Bukan baju maupun barang-barang duniawi lainnya yang diperbarui. Puasa bukan hanya puasa menahan lapar dan dahaga perut. Tetapi juga harus “puasa” dari perilaku yang hanya menuruti hawa nafsu.

Baca juga :

Layaknya sebuah tradisi, fenomena berburu baju lebaran memang tidak bisa dihindari. Namun terpenting harus bisa meningkatkan ibadah yang telah digembleng selama bulan Ramadhan. Boleh berbelanja tetapi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Janganupa untuk memenuhi kewajiban membayar zakat dengan rejeki yang telah didapatkan. Ingat juga setelah lebaran masih ada kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Jangan sampai setelah lebaran bukan kemenangan yang didapatkan justru kekalahan dan peninggalan banyak hutang.

Munasya

Blogger, Writer and Teacher Contact Person : email : sy4r0h@gmail.com Twitter : @Munasyaroh_fadh IG. : @Muns_Fadh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas
error: Content is protected !!