Cerita Banjir di Desaku : Penyebab Banjir 

Setelah sebelumnya menulis tentang efek banjir yang menyebabkan ikan-ikan tak beridentitas. Kali ini ingin membahas mengenai Penyebab  banjir yang terjadi di desaku. Banjir di wilayah desaku dan sekitarnya termasuk banjir tahunan sehingga penyebabnya amat mudah diketahui. Disini aku menuliskan berdasarkan pengamatan yang aku lihat sendiri.

Dikelilingi Sungai

Pemukiman di desaku dikelilingi oleh sungai-sungai kecil atau kadang disebut dengan selokan. Jika diruntut sungai-sungai itu akan sambung menyambung menjadi satu aliran. Aliran utama berasal dari Sungai Bengawan Solo kemudian mengalir menuju Sungai Bengawan Njero. Dari Sungai Bengawan Njero ini aliran air akan menuju ke Sungai-sungai kecil di pinggiran desaku.

Penyebab Banjir

Saat musim kemarau, air sungai tersebut tidak mengalir alias diam saja. Air dalam sungai digunakan untuk irigasi sawah. Ada dam (pintu air) yang bisa dibuka/ditutup secara manual untuk memasukkan air kedalam irigasi sawah. Air yang cenderung diam tersebut berbeda jauh saat musim hujan. Dimana air sungai akan mengalir dari daerah tinggi ke daerah rendah. Semakin deras hujan yang turun semakin tinggi debit aliran sungainya. Dam (pintu air) tidak bisa difungsikan kembali. 

Termasuk Daerah Dataran Rendah

Penyebab banjir di desaku salah satunya adalah karena daerahnya termasuk dataran  rendah.  Seperti nama kecamatannya yakni “Kalitengah” wilayahnya seperti kali (sungai) yang berada di tengah-tengah. Kalau hujan deras airnya sudah tidak bisa kemana-mana. Alias mandeg ditengah-tengah. Dalam Geografis wilayah, Kecamatan Kalitengah termasuk wilayah Lamongan bagian tengah Utara yang disebut dengan Bonorowo. 

Tambahan Air Dari Hulu

Banjir terus melanda tiap tahun karena disamping air hujan yang tidak bisa kemana-mana ditambah dengan air kiriman dari daerah hulu melalui aliran Sungai Bengawan Solo. Teori banjir dikarenakan sampah yang tersumbat atau penebangan hutan secara liar tidak berlaku di daerah Kalitengah dan sekitarnya. Karena debit air berasal dari hujan yang mengguyur deras dan juga air kiriman dari daerah lainnya.

Sejak dahulu, daerah ini sudah langganan banjir. Tiap tahun selalu terjadi banjir tapi kedalaman atau besarnya banjir berbeda. Kadang cuma beberapa senti saja, kadang hingga sepinggang. Banjir paling parah terjadi tahun 1970an dimana tinggi airnya hingga 2 meter. Banjir tersebut dikarenakan jebolnya tanggul di Truni Babat.

Baca juga : Permasalahan Banjir di Desa Pucangro

Tahun 2020 banjir di Kecamatan Kalitengah dan sekitarnya bisa dikatakan sebagai banjir sedang. Karena tidak sampai 1 meter. Banjir seperti ini pernah ada tahun 1997. Masyarakat masih bisa beraktivitas di tengah banjir dan tidak sampai mengungsi seperti tahun 70an. 

Pemukiman Yang Semakin Padat

Dulu didalam perkampungan penduduk ada banyak sekali jublang/Empang (Gak tau daerah lain sebutannya apa). Jublang ini juga menyatu dalam satu aliran sungai kecil. Di beberapa titik juga dibuat terowongan di bawah jalan untuk mengalirkan air kalau terjadi banjir atau kekeringan. Namun karena jumlah penduduk semakin padat, banyak jublang yang diurug dibuat rumah dan terowongan tertutup juga. Akibatnya air hujan tertahan di dalam pemukiman dan tidak bisa mengalir sebagaimana mestinya. Hal ini jugalah yang menyebabkan terjadinya banjir. 

Berbagai strategi sudah diupayakan untuk menanggulangi banjir, tapi memang dibutuhkan kerjasama semua pihak dalam mengatasinya. Penyebab banjir tidak hanya satu tapi ada banyak hal lainnya yang terjadi. Kesadaran lingkungan secara global amat sangat diperlukan. Tidak hanya masyarakat setempat yang terdampak banjir saja yang harus sadar lingkungan namun masyarakat daerah hulu dan daerah daerah lainnya juga. 

 

Munasya

Blogger, Writer and Teacher Contact Person : email : sy4r0h@gmail.com Twitter : @Munasyaroh_fadh IG. : @Muns_Fadh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke atas
error: Content is protected !!