Drama yang bikin deg-degan pernah saya alami saat naik kereta api Dhoho-Penataran Jurusan Surabaya – Tulungagung. Meskipun sudah seringkali naik transportasi umum jenis kereta api, namun ini menjadi salah satu pengalaman saya yang gak pernah terlupakan. Perjalanan yang awalnya 4 jam jadi 6 jam. Dari Surabaya Gubeng pukul 18.40, sampai di Tulungagung tengah malam. Tepatnya jam 23.45 WIB. Diantara jam tersebut ada banyak drama yang mewarnai.
Rencana Awal Yang Batal
Cerita bermula saat ada undangan Touring di Tulungagung selama 5 hari. Berhubung ini adalah Tour terlama setelah Pandemi, saya berencana untuk datang di hari pertama dan melewatkan 1 acara pembuka (telat dikit) supaya tidak meninggalkan anak-anak dampingan belajar di TBM Bintang Brilliant terlalu lama. Rencananya saya mau berangkat jam setengah 6 pagi dari rumah dan sampai di Tulungagung perkiraan jam 10-11 siang. Acara pembukaannya di jam 09.30
Rute awal yang saya rencanakan adalah naik bis ke Babat dengan (estimasi waktu 30 menit). Setelah itu ganti bis kecil ke Jombang turun di Stasiun Jombang (estimasi 1 jam) . Dari Stasiun Jombang, naik Kereta Api Dhoho Penataran menuju Stasiun Tulungagung dengan estimasi waktu 2 jam setengah. Biaya perjalanan sekitar 50ribuan saja.
2 hari sebelum pemberangkatan, ada salah satu panitia yang ngechatt menanyakan jam keberangkatan. Sayapun mengatakan kalau telat dikit karena jarak Lamongan – Tulungagung yang lumayan jauh. Kalau berangkat dini hari tidak memungkinkan, karena sendirian tidak ada teman perjalanan. Nanti kalau naik bis, takut nyasar karena ketiduran dan juga mabuk perjalanan. Jika berangkat sehari sebelumnya di pagi atau siang hari, pasti kelamaan nunggunya. Naik bis perkiraan habis 80an ribu.
Dalam chatnya, mas panitia memberikan opsi lain yang diluar rencana saya. Pihak panitia, dalam hal ini adalah Komunitas Tulungagung All Star sanggup untuk menjemput kapan saja. Bahkan tengah malam. Untuk penginapan juga disediakan, sehingga memudahkan para peserta dalam menyongsong acara. Diharapkan tidak ada yang terlambat mengikuti pembukaan bersama Pak Bupati. Nanti akan berlanjut ke Candi-candi di Tulungagung.
Setelah beradu argumen cukup lama dalam chattingan, akhirnya saya nurut. Gak jadi melakukan perjalanan sesuai rencana awal. Saya berangkatnya H-1 dengan rute yang berbeda pula dari perencanaan. Hal inilah yang menjadi awal mula munculnya drama yang bikin deg-degan.
Kereta Api Dhoho Penataran kena Macet
Perjalananku menuju Tulungagung dimulai dari Stasiun Lamongan. Berangkat dari rumah jam 15.30. Lalu naik Kereta Lokal pukul 16.15 turun di Stasiun Gubeng. Tarifnya hanya Rp. 12.000, – saja dan membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Dari sini perjalanan masih aman. Saya dapat tempat duduk sesuai kursi yang saya pesan.
Sesampainya di Stasiun Gubeng, masih sempat keluar belanja di minimarket membeli cemilan sambil menunggu kereta selanjutnya. Kereta Lokal sampai di Stasiun Gubeng jam 17.28 sedangkan kereta Dhoho ke Tulungagung berangkatnya jam 18.21. Ada waktu sekitar 1 jam untuk menunggu.
Berhubung saya pesan tiket Dhoho-Penataran secara dadakan. Saya gak dapat nomer tempat duduk. Adanya tiket berdiri. Sempat khawatir juga sih, perjalanan 4 jam dengan beban bawaan untuk 5 hari. Pasti berat dan susah buat bergerak sana sini. Tapi ibu-ibu yang ada di sebelah saya bilang, nanti pasti banyak tempat duduknya kok. Cuma harus sabar dan pindah-pindah. Saya jadi agak lega.
Setelah kereta Dhoho Penataran sampai di Stasiun Gubeng, para penumpang diminta untuk naik ke atas kereta. Karena saya gak punya nomer kursi, jadi duduknya ngawur saja. Tas ransel gak tak taruh atas untuk antisipasi diusir oleh penumpang lainnya yang punya nomer kursi. Drama perjalanan di mulai dari sini.
Kereta Api Dhoho-Penataran yang dijadwalkan berangkat tgl 15 November 2022 Pukul 18.21 ternyata tak kunjung berangkat. Dari menit ke menit masih sabar menunggu. Mungkin ada sedikit keterlambatan karena kerusakan mesin atau yang lainnya. Tapi ternyata setelah menit berganti jam, Kereta Api Dhoho masih tak kunjung berangkat. Sementara kereta lainnya sudah ada yang berangkat duluan.
Mau berdiri dari tempat duduk kok mager banget. Jadilah menunggu sampai ada info keberangkatan. Untungnya di kereta ada Chargeran sehingga saya bisa mengisi penuh daya baterai smartphone. Selama menunggu, saya juga edit foto dan posting tulisan yang berkaitan dengan buku. Lumayanlah ada sesuatu yang bermanfaat.
Setelah bertanya dengan penumpang lainnya yang turun saat menunggu, saya baru tahu ternyata penyebab molornya keberangkatan bukan karena Kereta Api Dhoho-Penataran yang bermasalah. Tapi karena ada kereta Eksekutif yang bermasalah dan memakan jalan rel. Berhubung jalur rel kereta cuma satu, jadinya kereta yang di belakangnya tidak bisa jalan dan harus menunggu. Alhasil, kereta Api yang saya tumpangi harus sabar menunggu perbaikan kereta tersebut.
Untuk keberangkatannya juga harus antri dengan kereta lain karena merupakan kereta kelas ekonomi lokal yang jam berangkatnya kalah dengan kelas eksekutif. Kurang lebih 2 jam menunggu, barulah kereta Api Dhoho-Penataran bisa berangkat.
Selama 2 jam tersebut, saya masih bisa duduk dengan tenang. Tapi setelah sampai di Stasiun Wonokromo, ada penumpang yang menyodorkan nomor kursinya dan membuat saya harus pindahan tempat duduk. Karena masih banyak yang kosong, pindahannya gak jauh dari kursi awal. Dalam perjalanan normal, waktu tempuh Stasiun Gubeng – Wonokromo hanya 10 menit saja.
Dari Stasiun Wonokromo, Kereta Api meluncur ke Stasiun Waru, Stasiun Sepanjang trus Stasiun Krian. Lepas stasiun Krian, lagi-lagi saya terusir dari kursi. Sayapun berdiri dan memulai pencarian kursi kosong. Karena gerbong yang saya naiki tidak ada yang kosong, sayapun pindah gerbong. Alhamdulillah, dapet kursi kosong di gerbong lain. Barang bawaan masih belum berani saya taruh atas, daripada nanti ribet naik turunkan, mending saya taruh bawah saja meskipun bikin sesak kala duduk.
Sampai di Stasiun Mojokerto, para penumpang mulai banyak yang turun. Kursi di gerbong-gerbong kereta sudah mulai kosong. Bapak-bapak yang satu kursi sama saya bilang kalau tasnya taruh atas saja. Gak bakalan ada yang ngusir karena sudah jarang yang naik dari Stasiun Mojokerto hingga Tulungagung. Penumpang kebanyakan malah turun.
Saat itu sudah jam 22 lebih, badan juga sudah mulai capek. Tas-pun saya taruh atas supaya lebih leluasa. Perjalanan mulai nyaman, bisa pilih kursi sesuka. Mata juga sudah kiyip-kiyip pengen dipejamkan.
Efek Ketiduran Bentar Dalam Kereta
Sampai di Stasiun Jombang, saya masih terjaga dan bisa melihat keluar ada plang nama stasiunnya. Tapi setelah itu, benar-benar tertidur dan gak tau sampai dimana. Hanya tahu suara dalam kereta yang makin sepi. Saya merasa tidur sangat lama.
Ketika terbangun, ternyata arah jalan keretanya sudah berubah. Disini saya mulai panik. Tadinya saya duduk di kursi yang arahnya ke depan, seirama dengan jalan kereta. Tapi saat terbangun, tiba-tiba sudah membelakangi arah jalannya kereta. Mau tanya ke penumpang lainnya, ternyata di kanan kiri saya sudah tidak ada penumpang yang satu kursi. Adanya di kursi yang agak jauh. Penumpangnya anak muda. Ketika saya tanya sudah sampai dimana, dia juga tidak tahu. Makin deg-degan dan paniklah 😭😭
Saya mencoba mencari lokasi dengan melihat ke jendela, kali ajah ada plang nama tempat/nama kotanya. Tapi karena sudah pukul 11 malam, gak ada plang nama yang terbaca. Sepanjang mata melihat hanya gelap saja.
Untungnya saat itu ada panitia yang WA, sudah sampai mana? Perhatian saya teralihkan ke Handphone. Sebelum menjawab saya buka dulu Google Maps buat memastikan lokasi dan melihat waktu tempuh. Alhamdulillah ada sinyal internet sehingga merasa masih ada di peradaban dunia manusia. Gak kebayang kalau tidak ada sinyal internet, pasti tambah runyam alam pikiran saya.
Ternyata eh ternyata berdasarkan Google Maps saya masih ada di Daerah Papar wilayah Kabupaten Kediri. Masih butuh waktu satu jam lagi untuk sampai di Stasiun Tulungagung. Sayapun membalas chat WA panitia sesuai lokasi yang ada.
Dari Stasiun Papar, masih ada Stasiun Minggiran, Kediri, Ngadiluwih dan Kras, sebelum akhirnya sampai di Stasiun Tulungagung. Karena efek deg-degan dan panik sebelumnya, saya gak bisa tidur lagi. Ini pengalaman pertama naik Kereta Api dari Surabaya ke Tulungagung takut kebablasan dan bingung lagi. Panitia sudah ada yang menunggu di Stasiun Tulungagung.
Tepat pukul 23.45 saya sampai di Stasiun Tulungagung. Perjalanan molor hingga 2 jam lebih karena berdasarkan jadwal harusnya sampai jam 22.08. Disini hanya sedikit penumpang yang turun karena sudah banyak yang turun di Stasiun-stasiun sebelumnya.
Perjalanan kereta yang lama bikin capek badan dan capek pikiran. Apalagi ada drama yang bikin deg-degan. Saya tidak sempat mencari tahu penyebab kursi yang berubah arah. Kegiatan tour & traveling 5 hari di Tulungagung membuat saya lupa dengan kejadian tersebut. Sampai akhirnya saat perjalanan pulang, saya baru tahu penyebabnya.
Langsiran Kereta di Kertosono Bikin Panik
Waktu pulang saya naik kereta api juga, tapi cuma turun di Stasiun Jombang. Setelah itu ganti Bis kecil ke arah Babat dan Lanjut Bis lagi ke Telon Sumlaran. Lebih Hemat tenaga dan waktu, Alhamdulillah gak ada drama yang bikin deg-degan lagi. Saat perjalanan pulang itulah saya tahu, ternyata kereta Api Dhoho-Penataran dan Kereta Penataran-Dhoho selalu langsir di Stasiun Kertosono.
Langsir itu artinya putar balik. Pada jalur kereta Api, Kepala Kereta atau Lokomotif Kereta putar balik. Lokomotif dipisah dari rangkaian gerbong depan, lalu disambungkan kembali di gerbong belakang.. Jadi Gerbong yang awalnya ada di belakang menjadi Gerbong terdepan. Itulah kenapa arah kursi juga berubah. Ada waktu tunggu sekitar 20 menit untuk melakukannya. Penumpang yang capek atau butuh merokok, bisa turun sebentar sambil menunggu langsiran beres.
Rasa penasaran dan deg-degan saya pada akhirnya terjawab sudah. Saya merasa sudah lama tidur, tapi perjalanan kereta masih lama. Ternyata kereta berhenti dan langsir dulu. Untungnya perjalanan pulang di siang hari dan saya jadi tahu jawabannya.
Btw, Pembaca Coretan Dari Desa apakah ada yang merasakan hal yang tidak mengenakkan saat naik kereta Api? Atau ada pengalaman unik yang menarik saat naik kereta api? Share dong di kolom komentar!
Saya selalu pakai kereta ini karena cuma kereta ini yang mudah dari Kertosono – Surabaya atau sebaliknya
Harganya juga murah meriah
aku bacanya ikutan deg-degan mbak, aku kira tasnya bakalan ada yang nyuri waktu ditaruh diatas.
Aku kalau ditas bawa laptop, ga berani naruh atas juga, dan kalaupun di taruh di atas, aku usahakan nggak tertidur.
Baca berita soal kereta KRL di jakarta yang mana banyak korban yang kehilangan laptop di kereta jadi takut sendiri.
aku sendiri belum cobain naik kereta ke arah tulungagung, waktu itu naik dhoho penataran untuk rute surabaya – malang aja
Membacanya ikut deg degan malah gagal fokus sama tas takut di curi krn saking nyenyaknya tidur.
Alhamdulillah lancar meski lelah yaaa menunggu dan menunggunya itu lho…
Waduh jd ikut deg-degan juga mba baca ceritanya. Di akhir cerita baru ketahuan kalau keretanya langsir 🙂
Pastinya kalau dalam situasi seperti itu akan panik juga deh,Mbak. Naik kereta api ini salah satu moment paling menyenangkan sebenarnya tapi tetep ada rasa waswas nya deh.
Aku bacanya juga ikut-ikutan panik nih dan deg-deg-an juga. Ternyata keretanya langsir ya. Dulu banget pernah juga mengalami situasi yang bikin stres pas naik kereta. Perjalanan terhenti karena ada kereta lain yang kecelakaan dan berada di jalur kereta yang aku tumpangi. Hahaha… sejak itu, kalau naik kereta suka khawatir akunya.
Belum pernah tau…jadi informasi buat aku juga nih.. kalau dalam perjalanan untuk memerhatikan rute perjalanan. Aku taunya naik di stasiun asal dan turun ketika sudah sampai. Karena seringnya naik kereta dengan stasiun tujuan paling akhir. Jadi kayaknya kalau ketiduran, pasti sadar karena uda mentok stasiunnya.
Drama kereta api pasti selalu teringat. Aku aja masih inget dan trauma dengan momen ketinggalan kereta dulu
Ternyata kereta api bisa kena macet juga ya.
Perjalan yang benar-benar bikin panik ya. kak. Apalagi malem-malem sepi, dan ga tahu sampai di mana. Sudah ala-ala ada di dunia lain aja ya. Syukurlah akhirnya sampai juga ke Tulung agung ya, Ka. Pengalaman berharga
luar biasa cerita perjalanannya meskipun banyak drama tapi itulah yg akan selalu dikenang dan diceritakan yaa mba
wah seru nih eprjalanannya. Apalagi sendiri ya, mbak. Saya bisa membayangkan bagaimana paniknya. Hehehehe, alhamdulillah selamat sampai tujuan.
Naik kereta api itu selalu seru dan pasti akan memberikan kita banyak cerita sepanjang perjalanan ya mbak
saya pasti bakalan sama paniknya dengan kakak pas bangun tahu – tahu feeling berasa di mana dengan arah kereta yang berbeda. untung ada google maps ya, sedikit banyak bantu bikin tenang
Ikut deg-degan bacanya mbaak. Kalau proses pembalikan kursi itu otomatis (pake remote) apa masih manual ya?
Kalau ada drama emang gini ya, bisa bikin tensi tinggi karena tidak sesuai dengan perkiraan waktu. Dan bingung mau tanya ke siapa.
Saya malah pernah kebanjiran rel keretanya. Akhirnya berhenti di stasiun terus dari pihak KAI-nya menggantikan menggunakan bus untuk tiba di kota sesuai dengan tiket.
Kalau dulu sih saya naek kereta waktu jaman belum tertib dan umplek umplekan. Sukanya dulu semua pedagang asongan bisa masuk kereta sehingga ada banyak pilihan makanan beragam yang semuanya enak enak. Jadi bisa icip berbagai jenis makanan. Mungkin sampe sekarang yang ngga nyaman adalah luas dan lepar tempat duduknya ya
Saya belum pernah naik kereta api, Mbak. Baca di sini, pengalamannya cukup menarik juga, ya. Bisa ada langsir juga.
Kalau perjalanan jarak jauh begitu bagusnya bareng teman sih ya. Biar saling mengingatkan sudah sampai dimana dan bisa gantian tidur. Soalnya daku pernah bareng teman kaminya celingak-celinguk bareng karena gak engeh lagi ada di kota mana hehe
Jadi kangen naik keretaaaa. Sejak pandemi blm naik kereta lagi yg jauh. Palingan cuma ke malang aja. Anw, aku kalo jadi mbaknya juga pasti panik banget sih. Biasanya aku di kereta justru nggak bisa tidur karena suka liat pemandangannya hehe jd blm pernah sampe bablas
Pas perjalanan Blitar Surabaya lewat Kediri. Aku juga ngerasain mbak kereta langsir hihihi