Pembahasan mengenai literasi digital saat ini sangat menarik perhatian saya. Ketika ada informasi mengenai TOT atau Pelatihan untuk pelatih dari salah satu grup Blogger, saya pingin sekali mengikutinya. Pelatihannya ada yang diadakan di Surabaya dan bertemakan Literasi Digital. Tapi karena merasa junior di grup tersebut dan tidak terlalu kenal dekat dengan pengurusnya, jadi keinginan ikut saya pendam. Saya cuma klik link pendaftaran dan melihat formnya tanpa mengisinya.
Tidak disangka di Grup Komunitas Taman Baca, salah satu pengurus inti menunjuk saya untuk mengikuti pelatihan yang sama. Karena memang tertarik dengan tema-nya, saya langsung mengiyakan. Jadilah kemudian didaftarkan dan resmi jadi peserta TOT dari Komunitas Forum TBM Jawa Timur. Emang kalau sudah rejeki gak bakalan kemana.
Selama 3 hari yakni tanggal 16 hingga 18 Februari 2023, saya mengikuti ToT bersama dengan 19 orang lainnya dari berbagai komunitas di Jawa Timur. Dari Komunitas Taman Baca yang saya ikuti, ada 1 teman lain yang juga ikut sebagai perwakilan. Namanya mbak Hanifah Ratna dan berdomisili di Surabaya. Sedangkan dari komunitas Blogger ada 2 orang yang ikut dan saya mengenal dekat dengan mereka. Salah satunya juga berasal dari Lamongan.
Pelatihannya sendiri diadakan di Hotel Neo Gubeng. Karena tidak disediakan tempat menginap, saya PP Lamongan – Surabaya tiap hari. Beruntung ada teman bareng dari Lamongan yang juga ikut acara TOT tersebut sehingga perjalanan gak terasa berat.
TOT Literasi Digital ICT Watch dan Unicef Indonesia
TOT Literasi Digital yang saya ikuti ini diadakan oleh ICT Watch atau yang di media sosial dikenal dengan nama @internetsehat.id. Bekerja sama dengan UNICEF Indonesia. Program pelatihannya dilaksanakan di 8 kota. Yakni : Surabaya, Semarang, Banda Aceh, Makassar, Ambon, Kupang, Mataram dan Jayapura. Kota Surabaya menjadi kota pertama yang mengadakan pelatihan tersebut. Disusul kota-kota lainnya.
Di kota Surabaya, selain dari Forum Taman Baca dan Komunitas Blogger, yang ikut menjadi peserta ada dari Relawan TIK Jatim, PGRI, MAFINDO, Perwakilan dari Dinas Kesehatan Surabaya dan relawan HIV AIDS Surabaya. Jujur ini adalah pelatihan TOT pertama yang saya ikuti. Memang sih, sedari dulu sering mengikuti pelatihan, tapi pelatihan biasa untuk peserta bukan pelatihan untuk pelatih (ToT) seperti ini.
Baca juga : Jangan Termakan Hoaks Vaksin Covid-19
Karena Ini menjadi pelatihan TOT pertama yang saya ikuti, tentu ada banyak pengalaman dan wawasan baru yang saya dapatkan. Apalagi pelatihannya lebih banyak praktik langsung dibandingkan dengan teori/materinya, jadi makin berkesan di hati.
Mbak Kiky atau yang bernama lengkap Rizky Ika Syafitri dari Unicef Indonesia membawakan materi dengan lugas dan to the point. Selama pelatihan jarang bisa pegang HP karena pembawaan materi dan praktik mengharuskan konsentrasi penuh, tidak bisa diselingi dengan riuh rendah dunia maya. Mau ambil banyak foto dan ambil video-pun gak sempat. Hanya bisa ambil beberapa saja.
Saya jadi banyak belajar dari mbak Kiky mengenai tata cara membawakan materi. Para peserta merasa dihargai dan pada akhirnya menyimak materi dengan seksama. Jam terbang Mbak Kiky di Unicef Indonesia yang tinggi pastinya mendukung penyampaian materi yang menyenangkan tersebut. Jadi pengen deh kayak gitu. Semoga tahun depan saya sudah pede dan lancar berbicara di depan para peserta.
Dari pihak ICT Watch, ada Mas Indriyatno Banyumurti yang menemani selama pelatihan. Direktur ICT Watch ini selain membawakan materi juga menjadi fotografer sekaligus videografer. Multitalenta banget. Hasil foto dan editan video dalam satu hari langsung diupload di media digital dan bisa dilihat oleh para peserta di hari berikutnya. Ini jadi penyemangat tersendiri sehingga punya dokumentasi kegiatan.
Awas Hoak Di Dunia Digital!
Tahukah pembaca Coretan Dari Desa bahwa penyebaran hoaks atau berita bohong saat ini semakin merajalela. Terutama di dunia digital. Kerugian materi dan non materi akibat hoaks sudah tak terhitung banyaknya. Menurut survei yang dilakukan oleh Unicef – Nielsen tahun 2022 lalu, masyarakat Indonesia di 6 kota besar 38%nya belum bisa membedakan mana informasi yang benar dan mana informasi yang salah atau hoaks. Ini di kota besar lho… bukan di seluruh daerah dan pelosok desa.
Persebaran Hoaks yang memprihatinkan salah satunya ditengarai karena banyak yang langsung share berita hoaks tanpa saring terlebih dahulu. Satu berita hoaks yang dibuat oleh orang tak bertanggung jawab, kemudian di share oleh ribuan orang lain. Salah satunya info Hoaks Penculikan Anak. Diperlukan upaya prefentif supaya Hoaks tidak terus menerus menyebar.
Oleh karena itu sebagai upaya menanggulangi hoaks di dunia digital, ICT Watch yang didukung oleh UNICEF Indonesia mengadakan ToT Pelatihan Literasi Digital di berbagai kota. Salah satunya di Surabaya yang saya ikuti beberapa waktu yang lalu. Diharapkan setelah ToT ini, para peserta bisa memberikan edukasi sekaligus pelatihan kepada masyarakat lainnya.
Pemateri dari Unicef yakni, Rizky Ika Syafitri atau akrab dipanggil mbak Kiky banyak memberikan strategi dalam berkomunikasi khususnya dalam Komunikasi Antar Pribadi. Beliau memberikan banyak tips dan trik dalam menghadapi audiens. Ulasan lengkapnya tentang Komunikasi Antar Pribadi ada di postingan selanjutnya.
Saat menerima Hoaks menurut Mbak Kiky yang pertama kali dilakukan adalah diam, memberi jeda sebentar. Meskipun rasa panik, sedih atau marah melanda, namun prinsip mendiamkan setelah menerima berita ini menjadi hal yang penting. Setelah diam, menamai perasaan kemudian baru berfikir mengenai tindak lanjut yang akan dilakukan.
Beberapa aksi dan tindak lanjut yang dilakukan adalah :
- Segera lupakan, gak usah dipikirin
- Lakukan kroscek dengan sumber lainnya. Di Google pasti ada banyak informasi hoaks ini. Untuk valid tidaknya bisa klik s.id/cekhoaks
- Laporkan melalui saluran yang tersedia. Di Media sosial ada menu laporkan yang bisa digunakan. Bisa juga di laporkan di Kemeninfo dengan klik : aduankonten.id
Sementara Indriyatno Banyumurti, Direktur ICT Watch Indonesia atau akrab disapa Mas Ibe lebih banyak mengulas mengenai paradigma hoaks di dunia digital. Menurut Mas Bay, tanpa media sosial saat ini tanpa disadari telah menjadi sumber informasi sekaligus sumber hoaks.
Kebiasaan hidup yang mengacu pada media sosial sebagai sumber informasi diibaratkan seperti memakai kacamata kuda. Pemiliknya hanya melihat/mengetahui apa yang di suguhkan media sosial, tanpa ada perbandingan lainnya. Algoritma Media sosial lah yang menjadi penyebabnya.
Kecerdasan teknologi melalui Algoritma membuat para pengakses media sosial tidak bisa mengakses segala informasi dari semua sisi. Pengakses hanya disuguhi berita dan informasi yang diinginkan berdasarkan riwayat like, komentar dan swipe yang telah dilakukan.
Ketika ada satu berita yang dilike/dikomentari, Algoritma media sosial akan menyajikan berita serupa di kemudian hari. Dianggap itu yang diinginkan oleh pengguna. Sebaliknya jika ada satu berita atau postingan yang langsung di swipe (geser), Algoritma secara otomatis tidak akan menyuguhkannya lagi.
Alasan banyak orang yang percaya hoaks antara lain :
- Percaya pada satu sumber, tidak percaya sumber lainnya.
- Mengambil kesimpulan dari judul
- Malas berfikir dan tidak melakukan verifikasi
- Baper dan mudah percaya
- Tidak bisa membedakan antara saltire dan Hoaks
Jadi para pembaca Coretan Dari Desa, apakah sudah bisa membedakan antara Hoaks dan berita yang sebenarnya??