Hutan merupakan komponen terpenting dalam ekosistem bumi. Didalamnya terdapat berbagai tumbuhan, pepohonan dan bermacam-macam hewan. Hutan mempunyai banyak fungsi diantaranya sebagai paru-paru dunia, tempat hidup berbagai macam hewan, modulator arus hidrologika, pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting bagi kehidupan manusia.
Hutan dapat dikatakan sebagai nyawa dari semua makhluk hidup. Dengan adanya hutan, keseimbangan alam tetap terjaga. Berbagai sumber daya alam yang terdapat di dalam hutan dapat diambil dan dimanfaatkan oleh manusia. Diantara sumber daya hutan yang sering diambil dari hutan dan didayagunakan adalah kayu dan hewan-hewan yang ada disana.
Belakangan ini, karena populasi penduduk yang melonjak drastis dan kebutuhan masyarakat yang cukup tinggi, hutan diekspoitasi tanpa memperhatikan pelestariannya. Hutan-hutan lindung banyak yang dialihkan menjadi hutan produksi dan juga areal pemukiman. Pohon-pohon di hutan ditebangi bahkan dibakar oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya hutan tidak lagi lestari dan menimbulkan berbagai masalah yang bersifat internasional.
Masalah yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan saja, namun menyebar hingga keseluruh dunia (internasional). Masalah tersebut dampaknya ada yang terasa secara langsung dan ada yang tidak langsung.
Baca juga : Hal Kecil Yang Bisa Menyelamatkan Bumi Dari Kerusakan
Dampak dari pengrusakan hutan secara langsung diantaranya adalah meningkatnya panas bumi akibat kurangnya jumlah O2 yang tersedia di alam, terjadinya erosi, tanah longsor serta banjir. Selain itu, habitat flora dan fauna juga terancam. Lapisan permukaan tanah menjadi gersang dan kebutuhan kayu tidak tercukupi.
Dampak tidak langsung dari kerusakan hutan adalah adanya kanker kulit sebagai akibat dari mengurangnya kemampuan atmosfer dalam melakukan perlindungan terhadap unsur sinar matahari yang berbahaya, meningkatnya permukaan air laut yang mengakibatkan tenggelamnya beberapa pulau kecil yang berada di beberapa daerah di wilayah bumi, dan sebagainya.
Dampak kerusakan hutan yang sangat besar tersebut disadari sepenuhnya oleh berbagai kalangan mulai dari perusahaan, lembaga penelitian, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang konservasi dan lingkungan, pemerintah, dan masyarakat yang peduli dengan kelestarian hutan. Mereka inilah yang berjibaku mengupayakan segala cara guna menanggulangi kerusakan hutan dan melestarikannya.
Baca juga : Mengembangkan Pemuda Peduli Bangsa
Tepat pada tanggal 3 Mei 2017 kemarin, di Bali telah diluncurkan sebuah metodologi baru untuk menyelamatkan hutan dari kerusakan. Metodologi ini merupakan metodologi gabungan yang berlaku secara global dan dapat digunakan untuk melindungi hutan alam serta dapat mengidentifikasi lahan mana yang dapat diolah sebagai areal produksi komoditas dan lahan mana yang tidak dapat digunakan. Tentunya dengan pengelolaan yang bertanggung-jawab.
Metodologi terbaru penyelamatan hutan ini diluncurkan oleh HCS Approach Steering Group yang merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan dan dibentuk sejak tahun 2014. Metodologi terbaru yang diluncurkan tersebut di beri nama High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0.
Cara kerja dari HCS Approach ini adalah dengan mengidentifikasi hutan dalam bentuk landscape, sehingga memudahkan dalam mengklasifikasikan kawasan hutan. Toolkit ini dilengkapi dengan metodologi panduan teknis yang praktis dan terbukti kuat secara ilmiah serta dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan melindungi hutan alam tropis.
High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit adalah terobosan terbaru bagi berbagai perusahaan, masyarakat, institusi dan praktisi teknis yang memiliki komitmen bersama untuk melindungi hutan alam sekunder yang tengah mengalami regenerasi. Hutan alam sekunder menyediakan cadangan karbon penting yang dibutuhkan oleh penduduk bumi, juga tempat habitat bagi keanekaragaman hayati serta sumber mata pencaharian bagi masyarakat lokal. Oleh karena itu perlu dijaga dan dilestarikan.
Sebenarnya, terobosan terbaru yang bernama High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit sudah dirilis pada tahun 2015. Akan tetapi, terobosan ini masih belum sempurna. Pada tahun 2017 versi baru 2.0 diliris dan diluncurkan. High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0 telah mengalami pembaharuan dan perbaikan yang lebih disempurnakan dibandingkan versi sebelumnya. Pembaharuan dan perbaikan meliputi : penelitian ilmiah terbaru, evaluasi dari percobaan lapangan, serta topik-topik baru dan masukan-masukan dari berbagai kelompok kerja HCS Approach Steering Group.
Toolkit versi baru ini juga menyajikan penyempurnaan, penambahan dan perubahan-perubahan penting yang jauh lebih sempurna pada metodologinya. Nantinya, Toolkit ini dapat disesuaikan bagi para petani kecil serta memperkuat persyaratan sosial yang di kembangkan sebagai bagian dari proses konversi HCS.
Video mengenai HCS Approach Toolkit Versi 2.0 ini dapat dilihat dalam video di bawah ini.
APA ITU HCS STEERING GROUP?
Diantara para pembaca blog ini pasti bertanya-tanya mengenai apa itu HSC Steering Group yang mencetuskan High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0. Disini saya akan sedikit menjelaskannya.
HCS Approach Steering Group adalah sebuah organisasi yang dibentuk tahun 2014 dan terdiri dari koalisi berbagai pemangku kepentingan yang dibentuk khusus untuk mengelola HCS Approach. Meskipun nama organisasinya belum familiar, namun tujuan dari terbentuknya Steering Group (SG) ini perlu didukung dan disebar luaskan.
Tujuan dari Steering Group (SG) ini adalah mengawasi pengembangan selanjutnya dari metodologi terbaru High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit. Didalamnya termasuk penyempurnaan terhadap definisi, objektif dan hubungan dengan pendekatan-pendekatan lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghentikan praktek penggundulan hutan yang sering dilakukan secara sembarangan. Organisasi SG pulalah yang nantinya memandu implementasi dari metodologi tersebut dan berkomunikasi/berinteraksi dengan para pemangku kepentingan serta mengembangkan/menjalankan pengelolaan terhadap model dari metodologi tersebut.
HCS Approach Toolkit Versi 2.0 terdiri dari dua fase dan 7 modul. Penjelasan mengenai fase, modul serta hal-hal lain yang berkaitan dengan toolkit tersebut dapat diunduh di sini. Anda juga bisa mengikuti update dan perkembangan terbaru dari HCS Approach di situs resminya http://highcarbonstock.org serta akun Twitter @Highcarbonstock dan Subcribe Youtube Channel High Carbon Stock Approach
Metodologi terbaru penyelamatan hutan yang diusung oleh HCS Approach Steering Group ini perlu di dukung dan disebarluaskan. Demi keberkelangsungan hidup kita semua di masa kini dan masa mendatang. Jika anda punya pertanyaan, saran atau sanjungan terkait artikel ini, bisa ditulis di kolom komentar. Jangan lupa follow akun Twitter saya @Munasyaroh_fadh untuk mendapatkan update terbaru dari blog ini.
Selamat ya mbak udah jadi juara ?
Selamat juga buat mas helmi yang jadi juara satunya
Memang sudah menjadi tugas kita untuk menjaga dan merawat hutan ini. Dan Metodologi HCS Approach salah satu solusinya. Semoga bisa dijalankan dan di implementasikan sebagaimana mestinya.
Sebagai individu yg diberikan kesempurnaan cipta oleh Yang Maha Kuasa, kita juga harus turut melestarikan hutan, supaya kehidupan ekosistem di dalamnya tetap lestari dan hidup damai ?
HCS terdiri dari 2 fase dan 7 modul. Wahh banyak juga ya? semoga banyak pihak terkait yang kompak bisa menggunakan ide menarik dari modul ini supaya hutan kita tetap lestari dan terjaga dari kerusakan ya
Semoga programnya sukses. Yuk save earth untuk anak cucu kita ^^
suka sebel kalau hutan dbakar mba. apalagi kejadian terakhir di th 2015 lalu.. smg programnya bs berjalan dg baik ya, shg ga ada lg kasus penggundulan hutan
Program ini harus didukung.
Hutan sudah menjadi target bisnis soalnya.
Sepertinya keberadaan hutan semakin terkikis. Padahal beberapa bencana alam disebabkan karena fungsi hutan yang berjalan tidak sebagaimana mestinya.
Wah, jadi penasaran sama HSC toolkits-nya, Mbak. Tempat saya, Kalimantan Tengah kan jadi pilot project REDD+… ?
Di kampung ku hutan sudah menjadi lahan pertanian, dan sudah tidak lebat lgi kaya 10 tahun yang lalu
Mau gimana lagi kebutuhan manusia membuat hutan hilang dan rusak