Tiap perjalanan ke luar kota selalu ada pengalaman baru yang menarik untuk dibahas. Baik perjalanan acara resmi, acara keluarga maupun sekedar liburan bersama teman terdapat kejadian-kejadian unik yang menyertai. Pada tulisan kali ini mau menceritakan pengalaman pertama saya waktu perjalanan ke Solo dalam rangka menghadiri acara Sosialisasi TBM Ramah Anak yang diselenggarakan oleh PP Forum TBM.
Jika biasanya perjalanan ke luar kota menggunakan Kereta Api Ekonomi, saat ke Solo di Awal November ini, pertama kalinya saya merasakan getaran kereta eksekutif yang membawa saya dari Stasiun Gubeng Surabaya ke Stasiun Balapan Solo. Mumpung ada yang bayarin jadi memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Perjalanan selama 3 jam terasa penuh warna.
Berangkat dari rumah pukul 06.00 WIB menuju Stasiun Lamongan. Dari Stasiun Lamongan naik KA Blorasura (dulunya bernama KRD) ke stasiun Pasar Turi. Karena belum ada kereta langsung dari Lamongan menuju Solo, jadi harus transit dulu. Dari Stasiun Pasar Turi naik ojol ke Stasiun Gubeng baru. Ada sih kereta yang langsung dari Pasar Turi ke Gubeng, tapi waktunya gak cocok sehingga saya gak berani berspekulasi.
Perjalanan kali ini menjadi pengalaman yang tidak terlupakan seiring dengan agenda sosialisasi TBM Ramah Anak yang saya hadiri. Pertama kalinya ke Solo sendirian. Salam perpisahan dari kru kereta di Stasiun Gubeng bikin senyum-senyum sendiri. Ada sekitar 7 kru dengan seragam berbeda yang berjejer memberikan salam saat kereta melaju meninggalkan stasiun.
Pemandangan luar jendela kereta Argo Semeru Antara Surabaya Gubeng ke Solo Balapan memberikan kisah tersendiri. Perubahan pemandangan asri pedesaan hingga keramaian perkotaan terlihat silih berganti . Kenyamanan kursi dan suasana di dalam gerbong amat membuai hati. Namun mata tak berani sedikitpun terpejam, karena melakukan perjalanan sendiri jadinya takut keblabasan. Tidak semua stasiun berhenti sehingga perjalanan terasa cepat sekali.
Kejadian Tak Terduga dalam Kereta
Di tengah perjalanan, tepatnya di Stasiun Jombang ada kejadian tak terduga yang muncul. Ini belum pernah saya ketahui sebelumnya sehingga menjadi hal yang benar-benar baru. Meskipun tidak seperti drama saat naik KA Penataran, tapi ini jadi penambah wawasan saya pribadi
Saat kereta berhenti di Stasiun Jombang, tiba-tiba ada 2 orang petugas yang naik ke kereta dan menghampiri penumpang di seberang saya. Salah satu petugas tersebut membangunkan penumpang dan menanyakan nomer kursinya. Saya pun terheran-heran melihatnya.
Ternyata eh ternyata penumpang di seberang kursi saya tersebut sedang sakit. Dia menghubungi Kondektur Kereta yang nama dan nomer Hpnya terpajang di dinding gerbong. Kondektur dengan profesionalisme memberikan informasi kepada stasiun terdekat dan mencarikan dokter atau tenaga kesehatan.
Dokter itulah yang menghampiri penumpang dan menanyakan kursi untuk mengkonfirmasi bahwa dirinya sakit. Penumpang tersebut seorang nenek tua yang melakukan perjalanan sendirian dari Surabaya ke Jakarta.
Dokter kemudian memberikan penanganan yang cepat dan tepat, lalu memberi obat kepadanya. Saat melakukan penanganan, petugas satunya menghubungi pihak stasiun dan masinis kereta, meminta supaya kereta jangan berjalan dulu karena sedang ada penanganan. Permintaan diterima dan kereta api menunggu di Stasiun.
Ketika Si nenek ditanyai apakah masih sanggup untuk melakukan perjalanan, ternyata dia masih sanggup. Dokter kemudian berpesan pada si nenek kalau ada apa-apa lagi supaya tidak segan menghubungi kondektur kembali. Setelah itu dokter dan petugas satunya turun dari kereta dan kereta kembali berjalan.
Sepanjang jalan Jombang – Solo, berkali-kali saat menoleh pada nenek yang sakit tersebut. Takut terjadi sesuatu padanya. Kursi kami berseberangan dan saya bisa mengawasinya secara langsung. Nenek tersebut tampak memejamkan mata. Sesekali menggeliat mencari posisi yang enak sehingga terlihat kalau kondisinya masih memungkinkan untuk terus melakukan perjalanan.
Pengawasan pada nenek tersebut tidak bisa saya teruskan karena saya harus turun di Stasiun Solo sedangkan nenek tersebut turun di Jakarta. Meskipun hati masih merasa khawatir dengan keadaannya, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Biarlah itu menjadi tanggung jawab penumpang lainnya dan kru kereta. Hanya bisa berdoa semoga nenek bisa selamat sampai tujuan dan bertemu keluarganya.
Dari kejadian ini saya baru tahu, ternyata kita bisa menghubungi kondektur di saat-saat darurat. Nama dan nomer Hp yang terpasang di dinding gerbong bukan sebagai pajangan, tapi dapat dipergunakan sesuai kebutuhan. Kira-kira pembaca Coretan Dari Desa pernah memanfaatkannya gak ya?